Rahim Pengganti

Bab 39 "Penyesalan"



Bab 39 "Penyesalan"

0Bab 39     

Penyesalan     

Tubuh Carissa sudah berada di atas tempat tidur. Bian melemparkan ke atas sana, membuat Carissa memekik kuat. Wanita itu berusaha beranjak dari tempatnya, tapi tidak mampu karena kekuatannya tidak banyak.     

Cumbuan demi cumbuan yang diberikan oleh Bian membuat Carissa tidak bisa melawan suaminya itu, kabut gairah sudah merasuki Bian pria itu bahkan tidak sengaja menekan perut Caca. Rasa sakit itu membuat Caca memekik kuat.     

"Mas ... sakit," ucapnya dengan nada lirih namun, Bian masih sibuk bermain-main dengan kedua dada Carissa. Hingga akhirnya Bian merasakan sesuatu dibawa sana yang mengalir, Bian mengangkat badannya dan melihat darah seger mengakir dari sana. Hal itu membuat Bian terkejut, dan panik segera pria itu membawa istrinya sebelumnya Bian merapikan pakaian mereka.     

"Sayang bertahan," ucap Bian panik.     

"Mas ... anak kita ... selamatan dia," ucap Carissa dengan terbata bata, Bian tidak mampu mendengar ucapan Carissa karena sudah panik melihat kondisi istrinya.     

***     

Di depan ruangan rawat, Bian sudah berdiri menunggu hasil dari pemeriksaan istrinya. Pria itu terdiam di tempat takut dengan apa yang terjadi, melihat kondisi Carissa benar benar membuat Bian syok. Darah yang mengalir itu membuat rasa takut yang luar biasa. Apa lagi, ketika Bian tahu bahwa ada calon anak mereka di dalam rahim istri nya. Semakin membuat, Bian merasa bersalah. Kenapa dirinya tidak mengetahui hal itu, kenapa dirinya tidak memperhatikan istri nya.     

Ceklek     

Pintu ruang rawat Carissa terbuka, di sana sudah ada seorang dokter kandungan yang ternyata sudah sejak awal menangani istrinya itu. Dari raut wajah dokter tersebut, tersirat sesuatu yang tidak mengenakan.     

Hal tersebut, semakin membuat Bian khawatir gelisah dan tidak tenang. Takut sesuatu yang berada di dalam otak terjadi, dan jika hal itu benar benar terjadi, Bian tidak tahu harus bersikap seperti apa nanti nya.     

Bian akan mengutuk dirinya sendiri, jika istri dan calon anak mereka terjadi sesuatu.     

"Bagaimana dokter?" tanya Bian dengan rasa khawatir yang luar biasa.     

Dokter tersebut menatap ke arah Bian, dengan tatapan kecewa dan juga marah. Dokter wanita itu menghela napasnya berat, laku berjalan ke arah tempat duduk. Rasanya sudah tidak sanggup kakinya menopang tubuh nya saat ini.     

"Hampir saja. Anak kalian meninggal, andai terlambat sedikit saja, saya tidak bisa membayangkan hal apa yang akan terjadi selanjutnya," ucapnya dengan nada dingin.     

Mendengar hal itu membuat jantung Bian berdetak dengan sangat kencang, pria itu sangat takut mendengar hal tersebut.     

"Saya sudah bilang dengan Carissa untuk menjaga dirinya. Usia kandungannya itu sedang tidak baik baik saja, kandungan nya sangat lemah bahkan lebih lemah lagi. Itu lah kenapa, harus mengurangi segala aktivitas berlebihan yang bisa membuat janin terguncang. Selain itu, bukan hanya aktivitas tapi pikiran juga harus di kendalikan. Beberapa Minggu ini, Carissa terlihat stres dan banyak pikiran. Padahal hal itu tidak boleh terjadi," jelas dokter Anya.     

Mendengar kan penjelasan dokter Anya membuat Bian terdiam, andai dirinya tidak melakukannya andai dirinya tidak bersikap seperti itu. Dan andai andai lain nya, mungkin saat ini istri dan anak nya baik baik saja.     

"Berapa usia kandungan nya dok?" tanya Bian.     

"Sudah hampir 14 Minggu, seharusnya di usia seperti itu kondisi ibu dan bayi sudah stabil. Namun, karena terlalu banyak hal yang di pikirkan oleh sang ibu membuat kondisi bayi tidak baik, saya sudah sering memperingati Carissa untuk menjaga pola makan, tidur dan juga pikirannya," lanjut dokter Anya.     

Dokter tersebut, memberikan saran kepada Bian untuk bisa menjaga Carissa dengan baik. Mood ibu hamil sering berubah-ubah menyebabkan banyak faktor yang nanti nya bisa terjadi, sehingga harus benar benar di jaga. Dokter Anya juga berpesan untuk tidak memberikan banyak pikiran yang bisa membebani ibu dan bayi.     

Setelah dokter Anya pergi, Bian terdiam di sana. Duduk di kursi yang tak jauh dari ruangan sang istri. Carissa akan segera di pindahkan ke ruangan lain setelah kondisi wanita itu stabil.     

"Kehamilan Carissa lebih dulu dari kehamilan Della. Kenapa aku tidak menyadari hal itu, kenapa semalam ini aku bersikap berbeda dengan mereka. Astaga Tuhan, bodoh kamu Bian. Bodoh!!!" makinya, Bian seharunya lebih peka dengan keadaan sang istri bukan malahan membuat istrinya menjadi terluka seperti saat ini.     

Dua orang berjalan ke arah Bian dengan tergesa gesa, salah satunya sudah berdiri di depan Bian. Melihat hal itu, Bian segera mengdongakkan kepalanya hingga sebuah tamparan mulus mendarat dengan sempurnah di pipi Bian.     

Plak!!     

"Kamu jahat Mas. Apa yang kamu lakukan dengan Mbak Carissa," ucap Siska dengan terisak. Gadis itu, terdiam di tempatnya menangis tersedu sedu. Bian hanya bisa menatap ke arah adiknya dengan tatapan yang begitu menyesal.     

"Aku tidak akan pernah memaafkan kamu, jika mbak Caca dan calon keponakan aku terjadi sesuatu Mas. Camkan itu!!!" bentaknya. Setelah mengatakan hal itu, Siska dan temannya segera beranjak dari tempat tersebut pergi menuju ruangan Carissa.     

***     

Carissa sudah terbangun dari tidur nya, wanita itu bingung ketika melihat kondisi nya yang berada di rumah sakit. Caca ingin beranjak dari tidurnya namun, Siska yang melihat ke arahnya segera beranjak.     

"Mbak butuh apa?" tanya Siska.     

"Haus!!" ucapnya. Siska segera memberikan air putih kepada Carissa. Setelah selesai, Caca meminta di bantu untuk menyenderkan kepalanya. Siska dan temannya segera membantu Carissa.     

"Kenapa aku bisa ada di sini?" tanya Caca.     

"Aku gak tahu, mbak yang jelas tadi Mas Bian membawa mbak ke sini. Kondisi Mbak juga sedang tidak, baik dokter meminta mbak untuk istirahat supaya adik bayinya. Baik-baik aja," ucap Siska.     

Carissa terdiam, wanita itu ingat apa yang terjadi. Tatapan mata Caca, menatap ke arah suaminya yang duduk di ujung sana, Bian menundukkan kepalanya seolah takut jika harus bertemu dengan Carissa.     

"Anak mbak gimana dek? Dia baik baik saja, kan?" tanya Carissa. Terlihat jelas raut wajah, wanita itu sangat takut.     

"Dia kuat, sama seperti Mamanya. Makanya Mbak gak boleh banyak pikiran ya, butuh sesuatu bilang sama aku. Aku bakalan kasih semuanya untuk mbak dan calon ponakan aku," ucap Siska.     

Bian yang mendengar ucapan itu hanya bisa mendesah berat, apa yang dikatakan oleh Siska benar benar menyakiti hatinya hal itu membuat Bian ingin marah. Namun, Bian tahu dirinya juga salah karena tidak memperhatikan Carissa.     

Saat ini hanya ada Bian dan Carissa, Siska pamit pulang untuk mengambil beberapa barang yang dibutuhkan oleh Caca. Sedangkan saat ini, Caca sangat ingin pergi ke toilet dengan pelan pelan, Caca menurunkan kaki nya. Bian yang melihat hal itu segera menghampiri sang istri.     

"Mau kemana? Kamu butuh apa?" tanya Bian dengan nada khawatir. Namun, Carissa tidak menjawab wanita itu berusaha untuk berjalan sendirian saat ini Carissa muak melihat suaminya itu tapi di sisi lain dirinya juga merindukan sang suami.     

Helaan napas berat terdengar sangat jelas, Bian tetap membantu istri nya itu meskipun, Cariss tidak ingin. Pria itu tetap berada di belakang Carissa.     

"Mau ke mana?" tanya Bian lagi.     

"Toilet!!" jawab Carissa singkat. Bian pun, mengantar sang istri pergi ke toilet. Tak lupa pria itu membantu istrinya supaya biasa duduk dengan nyaman.     

##     

Hallo. Gimana bab kalian ini? Semoga suka ya, sehat selalu buat kalian semuanya. Selamat membaca dan terima kasih, love you guys. Jangan lupa bahagia.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.